“Sebab waktu bisa menciptakan
hujan dan kesendirian. Mereka hidup didalam nya terjebak dan terperangkap
seperti perangkap jala nelayan didalamnya.”
Begitulah yang dikatakan Sally, kepada mimpi. Ya, mimpi
adalah satu-satu nya tempat dimana sally berbaring, terbaring, dan
dibaringkan. Seandainya dapat memilih,
sally tak pernah ingin jatuh cinta kepada Dia.
Terlalu rumit baginya.
-----------
04:00
Aku terbangun dari hujan yang jatuh cinta kepada mataku,
kepada mataku yang terpejam. Kutatap jam dinding kamarku, “Astaga sudah pukul
empat petang ternyata. Aku terlambat, aku ada janji dengan dia mungkin sekarang
telah sebungkus rokok dia habiskan. Dia pasti marah besar.”
Rinai hujan tak menghentikan langkahnya. Dia mengendarai
kendaraan besi beroda empat itu melaju halnya angin. Namun juga tak melupakan
hati-hati agar tak dimakan oleh hujan. Setibanya, Sally masuk ke kedai kopi itu
dengan terburu-buru, ia mengenakan gaun merah, rambutnya tampak tak tersisir
rapi, tak mengenakan jam tangan di lengan kiri yang biasa nya selalu setia
menemaninya, jam yang pernah diberikan dia kepadanya. Di hari ulang tahun nya.
Pukul berapa ini?
Dan pukul berapa sekarang?
“Sally,
kau
disana rupanya. Mari sini kubawakan tas kesayangan mu, kau tampak
terburu-buru?
Aku memang menunggu mu namun kalau ada kenapa-kenapa bagaimana?”
Begitulah Dia, Dia adalah kekasihnya sedari sma. Di kota tua, disebuah
jalan yang tak begitu
penting disebutkan nama nya.
“Eh, kamu tak
marah sayang?” ujar Sally sambil meremas ujung bajunya. Matanya dipejamkan,
sesekali terdengar rintihan kedinginan nya yang tak kuasa ditahan, diluar
sedang hujan, hujan deras sekali.
Entah ada apa denganmu hari ini.
Kamu bilang, kamu hanya butuh
ditemani hari ini saja.
-----------------
Dia adalah sosok lelaki yang
paling didambakan setiap wanita di dunia ini. Sosok seperti bung karno; Tegas,
Lugas, dan Romantis. Siapa yang tak mengenal bung karno, lelaki yang pernah
menjabat menjadi presiden Indonesia pertama Indonesia. Lelaki yang dicintai
banyak orang, dan juga wanita. Tentu saja.
Dia adalah kapten basket di
sekolah nya, semasa sma dia adalah pria yang pandai bergaul, ia mempunyai
banyak teman. Tak hanya teman, guru-guru juga senang terhadap tingkah laku nya
yang ramah. Dia digemari banyak wanita seperti halnya bung karno. Wanita, ya
mereka selalu mencari dan mencuri perhatian. Namun tak satupun dia tanggapi
sampai ia bertemu sosok perempuan yang duduk di bangku taman sekolah itu, dia
Sally.
“Hai, kamu
sendiri?” tanya Dia. Tubuhnya dimandikan keringat, napasnya memburu. Dia
berjalan perlahan mendekati Sally sembari mengelap keringat di dahi nya, ia
ingin tampak sempurna di hadapan wanita yang ia suka. Ia tersenyum. Sally tak
menanggapi nya.
Mereka bertatapan beberapa detik,
seperti datangnya kilat yang membuat warna wajah mereka menjadi pucat sesaat.
Sally menghela napas panjang lalu
memainkan ponsel.
Ia masih
terdiam dikursinya. Hatinya berbunga-bunga. Jika
ku mencintainya, sekarang harusnya ku menyapanya dan melakukan apapun untuk
dia, dia berucap dalam hati. “Bukankah dalam diam selalu ada banyak kata,
aku percaya sekarang kau sedang berkata-kata kepadaku. Dalam diam, hanya saja
dalam diam” dia memecah kebisuan.
Ia tersenyum
menanggapi.
“Katamu, dalam
diam aku lebih suka berkata-kata, namun dalam diam mengapa kau berkata-kata
sehingga membuat kata-kata ku keluar, terhenyak, menerobos dan menjadi sebuah
ucapan? Ya, aku sendiri” Sally tersenyum, seperti nya dia adalah pria pertama yang
pernah datang setelah kepergian ayahnya. Pria yang datang dan memecah kesunyian
setelah pemakaman ayahnya. Ayah yang sangat dicintainya.
---------------
Ia tarik badan
nya dari kursi. Berjalan kearah depan dan memesan kopi hangat. Dia tahu wanita
nya sedang kedinginan sambil tersenyum memberi celah, senyum yang berbeda dari
sebelumnya. Di hari- hari sebelumnya.
Diluar sedang hujan. Hujan deras
sekali. Mereka adalah sepasang merpati yang berlindung di bawah pohon dari
derasnya hujan hanya saja mereka adalah merpati putih dengan luka di sayap nya.
“Besok aku akan
pergi” dia berkata sambil menatap mata sally, menjelaskan bahwa perkataan nya
adalah sebuah kesungguh-sungguhan. Sally menyambut perkataan itu dingin,
Matanya beralih ke jendela. Orang – orang berlarian dengan tas nya di kepala,
burung-burung tak tampak, langit gelap dan senja tak juga kunjung terlihat.
Mata nya meneteskan air mata, hanya saja lebih deras dari hujan di sore hari.
“Kita seperti
tetes tetes air yang menempel di jendela itu bukan?” Sally memecah keheningan
“Kita bersama namun tak satu, kau egois! Kupikir…kupikir..” air matanya menetes
lebih deras “Kupikir kau adalah sosok pria yang menemaniku seperti setelah
kepergian ayah. Mengapa? Mengapa?”
Suasana masih
hening, hanya terdengar suara Sally di meja itu. Dia? Dia menundukan kepala
kebawah sambil sesekali menahan isak tangis.
“Tapi, aku
dijodohkan. Aku tak mungkin melawan orang tua ku.” ia berkata
“Kamu egois!”
Sally berkata agak berteriak.
Para pelayan kafe dan pengunjung
lain nya menoleh berbarengan kearah meja mereka.
ia dan dia terdiam. Berdua
menatap keluar jendela.
“Kamu egois,
kalau saja waktu itu, dibangku taman sekolah kau tak datang menghampiriku tak
akan begini jadinya” ia terisak pelan, sambil jemarinya mengelap tangis dimata.
“Maafkan aku …
“ ia memohon. “Seandainya aku bisa melihat senyum mu lagi sekarang …”
“Kita sudah
pu…”
Ia menarik
tangan Sally dan menggengam nya. “Aku senang telah pernah menjadi bagian di
hidupmu” dia menatap matanya lekat lekat, seperti tak pernah ada jarak di sana
“Juga tak pernah menyesal akan kepergian ku”
“Tak menyesal?
Tega nya kau..” Sally melepaskan mata nya dari dia. Ia tersontak kaget
mendengar ucapan nya.
“Yah, kemarin
malam aku melihatmu bersama mantan kekasih mu berduaan. Tertawa , lari ke
sebuah hotel dengan hanya berdua. Langit malam itu telah menjadi saksi. Sayang,
maaf” Dia memotong perkataan Sally.
“Bagaimana kau
tahu? Bukan kah waktu itu… waktu itu kau sedang menemani ibu mu kesebuah
pemakaman saudara ipar-mu?” badan nya dingin, jemari nya bergetar
“Di perjalanan
menuju pemakaman, kami kecelakaan ibuku tewas di tempat. Untungnya saya
selamat. Di perjalanan pulang dari rumah sakit, aku melihatmu dengan bajingan
itu. Betapa tidak sakitnya!” Dia berteriak. Suasana kembali hening. hujan mulai
reda. Mobil dan motor tampak mulai bergerak. Beberapa orang pergi dari tempat
teduh dengan payung. Masih gerimis.
Ponsel nya bergetar. Tampak pesan
“Nak, kau dimana? Sekarang ibu akan dimakamkan selekas itu kita segera pergi ke
Jakarta untuk pernikahan mu dengan anak atasan papa”
Gerimis reda, dia keluar dari
kedai kopi itu dengan perasaan entah. Entah harus senang akan pernikahan nya,
dan entah sedih akan kematian ibunya."Kau mau kemana?” Ujar sally kepada dia
sambil tak kuasa menahan tubuh nya.
Dia tak menanggapi. Dia pergi dengan sepeda
motor tua paman nya. Motor nya telah rusak setelah kecelakaan ibu nya kemarin.
Di jalanan yang basah setelah
hujan, dia melintas lampu merah dengan menerobosnya. Perasaan dia memang sedang
entah. Di sisi jalan yang berbeda mobil kendaraan berat melintas. Dan
terjadilah.
“Siapa pria
ini? Salah satu dari kita harus membawanya kerumah sakit”
“Telepon polisi
sekarang, telah terjadi kecelakaan!”
Sayup-sayup suara ambulan membawa
Dia ke rumah sakit “Innalillahi wainnalillahi rajiun” semua yang berada di
mobil ambulan yang berbau tengik itu berucap. Dia telah pergi menyusul ibunya.
Sally yang mendengar berita buruk
itu menangis dan menjatuhkan ipod nya, tak sengaja terputar sebuah lagu yang
sering dinyanyikan Dia di daftar playlistnya. Dia menangis, menangis lebih
keras dari Deras Hujan. Deras sekali. Hujan di mimpi nya. Deras sekali.
Menangis.
Biar sally mencariku
Biarkan dia terbang jauh
Dalam hatinya hanya satu
Jauh hati nya hanyaku
Katakan ku takkan datang
Pastikan ku takkan kembali
Lalu biarkan dia menangis
Lalu biarkan dia pergi
Sally kau selalu sendiri
Sampai kapanpun sendiri
Hingga kau lelah menanti
Hingga kau lelah menangis
Palembang, 24 juli 2012
#CerpenPeterpan
@adamfirliansyah